SADJAK DJEDJAK

"Kita hidup tidak hanya dengan roti saja... metafora juga merupakan sumber nutrisi bagi kehidupan."

28.3.09

Implisitnya Pikiranku vs Eksplisitnya Realita



Ekspansi pemikiranku yang implisit terhadap realita yang eksplisit membuat dunia ini semakin sempit karena terdekompresi oleh hal-hal yang berbau imajinasi sehingga tidak ada lagi ruang untuk mengaktualisasikan dan mengobjektifikasi hal-hal dari dunia "idea" itu ke dunia "fana" ini.

Apa yang kita inginkan? Jawablah untuk mempertanyakan, bagaimana cara menjalani hidup, kedamaian dan kepuasan? Mari kita merenungkan hal ini sejenak. Kemudian, silahkan bertanya pada diri sendiri pertanyaan yang lain. Apakah cukup dengan sekedar menginginkan? Atau, buatlah pertanyaan yang sedikit berbeda, apakah hidup sekedar sebuah masalah rutin untuk mnginginkan sesuatu dan memuaskan segala keinginan kita?

Pertanyaan inilah yang selalu berputar-putar, kejar-kejaran, bertubrukan dengan signal -signal transmisi dari pemikiran lain, terpecah berhamburan lalu menyatu kembali. Semua ini terjadi secara otonom diotakku. Membuat kalian semua yang membaca tulisan ini jadi bengong sendirian.
Sebenarnya, apa yang saya inginkan merupakan hal-hal lumrah yang pasti semua orang juga menginginkan hal yang serupa, atau mungkin lebih dari itu. Saya tidak memiliki daftar keinginan yang bisa saya paparkan disini, tapi saya bisa merangkumnya dengan kata-kata seperti ini : cinta, perhatian, kebahagiaan, keberhasilan dan kepuasan.
Ketika saya pergi kepusat perbelanjaan dimana saja, saya pasti menjumpai begitu banyak orang yang semuanya menginginkan sesuatu, membeli sesuatu, dan selanjutnya mnginginkan sesuatu yang lain lagi. Seperti inikah makna kehidupan? menentukan apa yang ingin dipuaskan, memuaskannya, kemudian berganti dengan keinginan yang lain, dan seterusnya? Apakah kehidupan sekedar sebuah proses menentukan ambisi, karir, kehidupan, finansial, keterjaminan, kesehatan, dan kemudian berjuang keras untuk mencapainya? Membuat anda semua yang membacanya bertambah bingung tentang apa yang sedang saya bicarakan..?

Akan tetapi, lepas dari semua persepsi kita mengenai pemaknaan kehidupan, saya memiliki sedikit masalah dalam mengobjektifikasi banyak keinginan dan harapan yang saya miliki untuk menjadi realita dikehidupan nyata. Sebagain hal telah saya raih tapi masih banyak lagi yang hanya menjadi benda-benda imajiner dipikiran saya. Mengapa Alam Semesta tidak mau mengabulkan harapan ini? Apakah ini semua tidak aku butuhkan? Atau apakah itu terlalu berlebihan? Ataukah saya terlalu menginginkan banyak hal sehingga Dia tidak mau lagi memberikan sesuatu karena terlalu seringnya saya meminta? Atau Dia sudah tidak memiliki "stock barang" yang saya inginkan karena banyak orang lain yang juga menginginkan hal yang sama dan Dia telah memberikannya pada orang itu?
(Kok saya jadi merendahkan Dia ya??=D).

Ada sebuah lelucon atau mungkin lebih tepatnya disebut teka-teki. Ada lima ekor katak diatas daun teratai, satu diantaranya telah bersiap-siap untuk melompat, berapa ekorkah katak yang terisa diatas daun teratai itu? Jika anda menjawab tinggal empat ekor, maka saya mengangkat jempol untuk anda karena tinjauan analisis persepsi anda hampir benar. Tapi jika kita menganalisis cerita ini lebih jauh maka kita akan menemukan fakta bahwa ternyata satu ekor katak yang bersiap untuk melompat masih tetap berada diatas daun teratai. Katak itu hanya sedang bersiap atau mengambil sikap untuk melompat tapi tidak melompat sungguh-sungguh. Dengan kata lain katak itu masih dalam tahap niat untuk melompat tapi tidak merealisasikannya. Kira-kira seperti itulah kisah yang saya alami, saya hanya bisa berkutat-kutat pada tataran imajiner dan tataran sikap tetapi tidak bisa berbicara pada tataran realita. Inilah yang membuat saya berpikir bahwa dunia ini terlalu sempit untuk mengabulkan semua keinginan dan harapan yang saya miliki.

Saya hanya bertanya pada diri saya sendiri: apa makna kehidupan, kehidupan saya yang sesungguhnya? Apakah yang ada diatas adalah segalanya yang benar-benar berarti?
Saya hanya bisa membayangkan sejenak bahwa saya memiliki seorang Ibu angkat Peri. Apa yang saya inginkan ketika ia menawarkan hanya satu keinginan? Uang milyaran rupiah? seseorang yang saya cintai dan juga mencintai saya? keberhasilan dalam studi atau profesi?
menjadi lebih pandai atau bijaksana? Ketika pertanyaan ini saya ajukan secara tulus, ketika saya tidak begitu mudah merasa puas dengan jawaban yang standar, klise, fakta dalam masyarakat, keluarga, teman, TV, atau kampus, maka sebuah kebenaran asing muncul: ada sesuatu yang sangat diinginkan seseorang namun itu bukanlah sesuatu yang bisa diberi sebutan atau nama. Ada sesuatu keinginan yang dalam, begitu sangat dalam sehingga tak ada seorang pun yang bisa memuaskannya. Ini bukanlah keinginan terhadap keabadian, keajaiban dan khayalan. Ini hal yang tidak dapat didefinisikan, namun merupakan keininan nyata yang terpendam dibalik semua keinginan-keinginan lain kita dan semua rasa keingintahuan kita.

Comments
1 Comments

1 komentar:

  1. mungkin kita ga bisa nyalahin alam kali ya...
    yang mwujudkan harapan kita kan cuma Dia...
    alam hanya sbagai wadah...
    kalaupun harapan blum terwujud,,
    kmbalikan pada hala berikut..
    bahwa Allah mnjawab doa hambanya melalui 3 jalan..
    Allah berkata ""ya"dan memberi apa yang kita inginkan..
    Allah berkata "tidak" dan memberi yang lebih baik dari yang kita inginkan..
    atau Allah berkata "tunggu"dan memberikan yang terbaik tuk Qta..

    BalasHapus