27.1.12
Sebilah Purnama di Ambang Advent
*Lina Kelana - Haz Al Gebra*
Ia membayangkan, bulan jatuh di atas kelopak
pada permintaan ke sekian
purnama pecah sepergi jemari
menarik pemantik
pada ilalang yang sempat melemparkan pandang
di ujung duri
kenangan memanggil-manggil
adakah hari tiba-tiba tualang
lupa membanjiri uban di kepala?
tak ada tersia
kelopak tercambuk atau kepala tercerabut
di akhir rinai kenangan yang dirajam ilalang
ada doa meradang di gembul dadanya
sedikit menahan napas, bau ketuaan yang busuk
kemudian kering
di terowongan langit merendah
tangis gemerincing
mengusang di bilik redup keyakinan
yang dipingit seribu
pucuk daun terjajah menghela napas, berat
sangsi. kini ia gamang
ia sebongkah tritip di daki purnama
lelah pecah
lalu senja merabun
mengubur dalam-dalam
malam yang durhaka
antara sesak, bau busuk, ilalang dan kenangan
membilang genap segala kerjap
pada tepi hujan yang menggenang
menutup wajah purnama
setelah sunyi kalender
doa dan permintaan hanyalah tempat
kembalimu menatap rajam
kelopak
purnama membilah
pernah ia berhenti
di satu titik persimpangan
garis waktu
mengutuk dan memaki-maki. menikam
penanggalan lebih berdarah
dan tahu apa itu luka
namun malam tetap habis. seperti biasa
lumrah dirobek
harapan tetap lancung
ia tak di sini. Kataku
ludahku tak akan pernah kering
atau mungkin ludah itu telah lama kering
ada yang bertengger di kepala. mungkin
di atas selmu. berbaris di dinding langit
dengan kaki yang menghujam
ke bumi. bahan di ujung lidah
selagi hangat napasmu hembuskanlah
ke ruang mataku.
aku ingin membunuh sepimu
namun lelah kini telah tiba di ambang advent
terima ini: lembar terakhir untukmu
saat hitam tiba
ia lebih dari sekadar lelah
Babat – Manado, januari 2012
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)