2.10.10
Bunda, Jangan Sembelih Kami!

Bunda
Kehidupan melibatkan manusia dalam sengketa
Pengadilan menciptakan orang yang menang dan kalah
Perbedaan dan dendam tetap ternganga
Karena kebenaran tak pernah ditengah-tengahBunda
Halilintar menggelegar di tengah-tengah kota
Deru dan kilatnya membelah-belah angkasaDi mata mereka
Ada penggalan-penggalan mayat pekat berceceran
Ada bayang-bayang hari esok bercecabang seribu perang,
di mata mereka
BundaMatahari memanggang jalan raya
Dan kita merayakan kematian orang-orang yang tak masuk anggaran negara
Dan di jalan gelisah ini segala masalah
Bundaseperti tak mau kalah
Masihkah kau di sini meraba negeri yang sedang entropi
Para penyair menafsirkan nyeri sebagai puisi
Para pelukis menggambar air mata dengan warna
bianglala
Tapi kita bunda, cuma bergandengan tangan dengan derap seadanyaTak ada sapaan pada orang-orang resah
agar tetap manusia, agar kata-kata
yang dulu bunga kini merekah
Bunda
Meski tak ada lagi langkah yang selaras nadi matahariYang mengasihi negeri tanpa basa basi
Meski tak ada lagi catatan iri yang terekam dalam kitab sejarah negeriYang bagimu mungkin sekedar fiksi
Meski Bunda Pertiwi kini beralih profesi sebagai penulis ngeri. Tapi
Bunda, jangan sembelih kami!


Langganan:
Posting Komentar (Atom)