Lalu saya pun melanjutkan untuk membaca seluruh coretan di dinding toilet. Ternyata kesimpulan mengenai awal eksistensi manusia tidak berakhir sampai di situ. Tepat di bawahnya terpampang sepenggal kalimat tandingan, "Ahh belagak loe, mo boker aja pake bacot londo-londoan, loe emang shit!". Saya berasumsi bahwa penggalan kalimat itu adalah sebuah antitesa dari kalimat bahasa Inggris di atasnya. Saya kemudian mencoba mengalihkan pandangan saya ke sisi dinding yang lain. Di sana terpampang sebaris kalimat yang seolah-olah menjadi penengah, sebuah sintesis baru yang mencoba mengurangi ketegangan dari perdebatan eksistensi dalam kalimat yang saya baca sebelumnya. Ditulis dengan huruf kapital, coretan itu menyatakan kesimpulannya dalam tulisan “KAYA ATAU MISKIN, SEGALA JERIH PAYAHMU BERAKHIR DI SINI”. Ah, kali ini saya benar-benar meracau pada coretan dinding yang begitu lekat di depan mata saya, dan diam-diam meng-amini pendapat Nietzsche bahwa segala persoalan yang dihadapi oleh manusia selalu akan berujung pada pencernaan.
Kreatif, agresif, kalimat-kalimat pendek, tidak terkait satu sama lain dan tidak ada sistematika. Kekuatan kata-kata dalam coretan itu benar-benar membawa saya pada kontempelasi yang diselingi senyum sesekali yang membuat saya lupa sedang berada di mana. Hampir 30 menit berada di atas closet tidak juga menyelesaikan niat awal ketika memasuki toilet itu. Entah apa masalahnya, proses pelepasan yang saya lakukan tak kunjung berakhir. Mungkin karena sejak tadi terfokus pada coretan-coretan dinding penuh makna. Atau mungkin saja masalah pencernaan ini adalah manifestasi akhir dari persoalan kehidupan yang saya hadapi sebagaimana pendapat Nietzsche. Aha, lagi-lagi saya terperosok dalam perangkap kata-kata di dinding itu. Lekas saya berkonsentrasi untuk menyelesaikan ritual pelepasan biologis, tak mau lagi berapologi tentang kumpulan aksara yang telah membuat saya tidak hanya terperangkap dalam kata-katanya, melainkan juga secara teknis telah terperangkap dalam toilet itu. Dari luar toilet, terdengar sayup-sayup dalil Nietzsche, “there are no facts in themselves for a sense must always be projected into them before there can be facts” (tidak ada kenyataan dalam dirinya sendiri karena sebuah makna selalu diproyeksikan dalam diri mereka sebelum menjadi kenyataan), yang kemudian di lanjutkan oleh Derrida, “Tidak ada kenyataan yang bukan merupakan tulisan yang menyajikan perbedaan.”
Akhirnya, saya pun keluar dari toilet itu dengan memahami beberapa fakta yang tersirat dari dinding toilet, yakni:
- ternyata pertanyaan mengenai eksistensi manusia memang selalu menjadi perdebatan bahkan sampai di toilet sekalipun.
- apapun strata sosialnya, manusia memiliki derajat yang sama di dalam toilet.
- toilet adalah tempat di mana kebenaran yang tersembunyi/disembunyikan bisa terungkap.
- Toilet adalah tempat dimana manusia bisa jujur sejujur-jujurnya.

*)sebuah reinterpretasi dari pemikiran-pemikiran Nietzsche